Rabu, 09 Maret 2011

RI-Filipina Kebut Penyelesaian Sengketa Perbatasan

Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Filipina sepakat mempercepat penyelesaian sengketa wilayah perbatasan antara kedua negara. Proses perundingan untuk membahas masalah tersebut segera dilaksanakan.

"Tadi kita menyaksikan penandatanganan deklarasi antara kedua Menlu, intinya mempercepat proses perundingan sehingga di wilayah yang saat ini masih terjadi tumpang tindih klaim itu bisa segera dirundingkan dengan pertimbangan hukum laut internasional," kata Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.


Hal tersebut dia katakan usai mendampingi Presiden SBY bertemu dengan Presiden Filipina Beniqno Aquino di Istana Merdeka, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (8/3/2011). Bila sengketa perbatasan tuntas maka kerjasama di bidang perikanan, penanggulangan ancaman transnasional makin terbuka luas.

"Oleh karena itu pertemuan hari ini menjadi penting karena memberi momentum baru adanya penyelesaian masalah perbatasan," kata Marty.

Yang saat ini masih diperdebatkan adalah terkait masalah ZEE, karena ada overlapping claim. "Tapi ini bukan dalam arti ada persengketaan terbuka, tapi belum terlaksanakannya saja perundingan," imbuh Marty.

Tak cuma dengan Filipina, permasalahan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia juga terus diupayakan penyelesaian. "Dua minggu lalu juga baru ada perundingan, tingkat teknis khusus mengenai Laut Sulawesi, kemajuan kita sangat baik. Ada empat segmen dengan Malaysia, semua maju dengan serentak," papar pria berkacamata tersebut.

Sementara permasalahan perbatasan Indonesia dengan Thailand dan Kamboja, lanjut Marty, perkembangan cukup positif. Indonesia sudah kembali mengirim surat mengenai masalah ini dua hari lalu. Surat tersebut menegaskan bahwa Kamboja sudah siap menerima term of refference-nya.

"Thailand juga sudah setuju namun belum menampilkan usulan-usulan konkretnya. Kalau Kamboja sudah setuju dan sudah memberikan masukan-masukan konkret termasuk wilayah di mana observer itu akan bertugas. Thailand sudah setuju tapi belum menampilkan wilayah bekerja," ungkap Marty.

Namun di samping masalah observer ini, Menlu menambahkan bahwa Indonesia sudah siap menjadi tuan rumah pertemuan dua negara mengenai inti permasalahan yaitu bilateral negotiation dengan engagement Indonesia, seperti dalam chairman statement.

"Kita siap kapan pun juga utk memfasilitasi pertemuan antara kedua negara. Mengenai pengiriman ada dua prinsip yang tidak bisa diabaikan," ujarnya.

Pertama, menurut Marty, adalah prinsip consent, yaitu kesepakatan dari dua negara terkait karena Indonesia tidak mungkin mengirimkan observer tanpa persetujuan dua negara.

Kedua adalah prinsip keamanan dan keselamatan dari observer Indonesia. "Kita tidak ingin observer kita datang ke lapangan tanpa TOR yang jelas yang bisa memastikan keamanan mereka," kata Marty.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda dapat menggunakan acount FB anda untuk posting komentar