Selasa, 19 Oktober 2010

Keamanan Nasional, atau Keamanan Insani?

VIVAnews--Banyak kritik dan kecaman ditujukan kepada Malaysia akibat perlakuan mereka atas Buruh Migran Indonesia (BMI). Malaysia menegakkan Akta Imigresen 1154A Tahun 2002 dalam mengusir ratusan ribu buruh migran tak berdokumen yang masih ada di negeri ringgit itu.

Langkah keras itu ditunjukkan dalam Operasi Tegas, dengan razia, penangkapan, dan penahanan bagi para buruh yang tak berdokumen lengkap. Padahal jumlah mereka itu sangat fantastis. Lebih dari satu juta buruh migran kini menyebar ke sejumlah negara.

Angka itu menempatkan Indonesia menjadi negara pemasok pekerja kasar kontrak terbesar kedua di dunia, setelah Filipina. Sebagian besar kaum buruh kita itu tidak berdokumen.

Ada yang berpendapat,  aksi Malaysia menghalau masuknya arus pekerja asing di negaranya,  dianggap layak. Seperti juga terjadi di Amerika Serikat, yang mencegat imigran gelap warga Mexiko. Atau di Eropa, terutama di Spanyol melawan pendatang illegal dari Afrika. Tindakan pencegahan dianggap wajar.

Tapi persoalannya, ada tindakan tak sesuai kaidah nasional, maupun  internasional yang kerap berhimpitan dengan pelanggaran  Hak Asasi Manusia (HAM), buruh maupun pendatang tidak berdokumen. 

Perdebatan ini menarik, karena keamanan nasional kini bergeser definisinya, menjadi lebih mempertimbangkan keselamatan, dan keamanan manusia di dalamnya.

Keamanan nasional tak lagi berarti sekedar bebas dari ancaman, termasuk bahaya kelangsungan hidup, dan pengembangan masyarakat terorganisir dalam suatu negara saja. Dia menjadi soal mempertahankan seperangkat nilai yang menjadi elemen kunci keamanan nasional.

Banyak nilai baru perlu dilindungi dalam hal keamanan, yang selama ini dikategorikan keamanan tradisional (traditional security). Negara bahkan seharusnya tak hanya  membela dan melindungi integritas, dan kemerdekaan politik. Tetapi juga melindungi nilai-nilai seperti  kemandirian ekonomi, identitas budaya, dan stabilitas sosial.

Sampai di sini, ada pemisahan pemikiran militer tradisional  tentang  isu keamanan internasional, yaitu dengan mengidentifikasi ancaman keamanan baru, non-tradisional, yang memasukkan aspek human security. Salah satu di antaranya adalah persoalan migrasi.

Migrasi internasional menjadi salah satu persoalan akhir-akhir ini.  Perkembangan global menujukkan skala fenomena ini meningkat tajam, dan belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam soal ini, Indonesia dan sejumlah negara ASEAN lainnya menghadapi persoalan sama. Bahkan semua negara Eropa menghadapi tantangan dari gerakan migrasi, meskipun skala, pola dan wataknya bervariasi di berbagai benua.

Non tradisonal versus tradisional
Isu keamanan non tradisional, dengan menitikberatkan persoalan keamanan insani, akan membawa konsekuensi penting mengubah cara pandang kita atas keamanan nasional.  Termasuk bagaimana Indonesia melakukan redefinisi keamanan nasional dalam persinggungannya melalui tantangan keamanan insani.

Jika migrasi akan tetap disebut ancaman keamanan, berbagai pertanyaan muncul. Apakah itu lebih sebagai ancaman bagi masyarakat internasional, atau satu negara? Pada tingkat mana harus dipenuhi --nasional sebagai bagian dari strategi keamanan nasional,  atau di tingkat internasional seperti kasus Malaysia-Indonesia, atau benua Asia lainnya?

Apakah migrasi adalah ancaman, atau hanya tantangan untuk keamanan? Apakah migrasi ancaman, atau hanya sebagian saja dari urusan gerakan migrasi --misalnya migrasi ilegal,  yang menjadi ancaman keamanan? 

Perdebatan mengenai persoalan ini, baik secara teori maupun praktik  mengemuka  satu dekade ini. 

Melalui perdebatan itu, ada dimensi lain dari  relasi migrasi-keamanan, yaitu  menentukan komponen keamanan yang mungkin dimasukkan ke kategori “bahaya”, sebagai akibat gerakan migrasi. Dengan kata lain, kita perlu mencoba membedakan mana nilai wajib dilindungi sebagai komponen keamanan, yang mungkin terancam oleh migrasi internasional, dan mana yang tidak.

Bagi Indonesia hal ini menjadi penting, terutama ketika kita mempersoalkan persinggungan keamanan nasional dan keamanan insani, dalam draft undang-undang keamanan nasional yang masih digodog. 

Dengan memasukkan elemen keamanan insani pada undang-undang keamanan nasional, kita akan dihadapkan kepada persoalan perubahan jenis ancaman, tata hubungan antar institusi keamanan, wewenang dan mekanisme pengamanan.

Ini sungguh tak mudah, terutama ketika sebagian pihak menganggap ancaman keamanan tradisional adalah satu-satunya ancaman keamanan nasional. Oleh karena itu, pelipatgandaan wacana ini menjadi suatu keniscayaan.

Jaleswari Pramodhawardani, Peneliti Puslit Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PMB) LIPI dan The Indonesian Institute.


VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda dapat menggunakan acount FB anda untuk posting komentar