Senin, 11 Oktober 2010

RUU Intelijen Harus Atur Mekanisme Komplain

JAKARTA--MICOM: RUU Intelijen yang sedang dibahas secara internal oleh Komisi I DPR RI semestinya mewadahi aturan mekanisme komplain atas pelaksanaan tugas. Hal ini untuk mengantisipasi peristiwa Tim Mawar yang dituduh melakukan penculikan pada aktivis tetapi tak menyentuh level atas karena tak ada perintah jelas.

"Perlu diadakan mekanisme komplain. Seringkali sesungguhnya agen intelijen yang ada dibawah tidak mau melakukan operasi tertentu. Tapi, karena takut dengan komandan, akhirnya dia harus melakukan operasi rahasia. Dengan adanya mekanisme komplain, menegaskan apabila ada satu keputusan yang berefek pelanggaran HAM, sepantasnya minta nota keberatan ke parlemen," ujar Direktur Program Imparsial Al Araf dalam rapat dengar pendapat umum Komisi I DPR RI di Jakarta, Senin (11/10).

Pengajuan keberatan sebenarnya sudah diatur dalam lembaga intelijen. Namun, ia menilai saluran yang ada tidak berpengaruh banyak terhadap kondisi bawahan karena keberatan tidak membuat pelaksanaan tugas berhenti.

"Komplain disampaikan jika tugas berpotensi terjadi pelanggaran hukum dan HAM. Jika begitu, baru boleh lakukan nota keberatan di parlemen. Sulit diharapkan untuk komplain di internal," cetusnya.

Kesulitan itu juga diamini oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Tb Hasanudin. Sebagai mantan intel, ia mengaku mendapat kesulitan saat melakukan perintah atasan yang seringkali tak jelas yang mengakibatkan penjabaran di lapangan berpotensi keliru. Penyusunan RUU Intelijen merupakan peluang bagi DPR untuk mencegah hal yang sama terulang. Setiap perintah yang diberikan harus menjelaskan apa, bagaimana, dan siapa yang harus melaksanakan.

"Pada saat kasus kuda tuli di Diponegoro, Bang Yos bilang amankan. Kalau kita salah kita yang digencet, tapi kalau benar, mereka (atasan) yang naik pangkat. Kesempatan emas untuk memasukkan itu. Perintah harus jelas, jangan hanya ditanya berapa saja," cetusnya.

Anggota Komisi I DPR RI dari FPDIP Tri Tamtomo menyatakan bahwa RUU Intelijen dimaksudkan untuk menegakkan fungsi intelijen sebagai penangkal, bukan penindak. Maka itu, tugas-tugas yang sifatnya penindakan harus dihilangkan dari fungsi intelijen, seperti melakukan penangkapan.

"Sebagai alat penangkalan adalah benar, tapi alat penindakan sangat bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku," tukasnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda dapat menggunakan acount FB anda untuk posting komentar