Selasa, 26 Oktober 2010

Iklim yang Mengancam Nelayan

DUA tahun terakhir kondisi laut serba tidak menentu. Ikan yang bakal didapat tidak menentu jumlah dan jenisnya, ombak tak menentu keras dan tinggi gelombangnya, angin tak menentu keras dan arahnya, musim barat pun tak jelas kapan berakhirnya.

Padahal musim angin barat menjadi musuh nelayan. Gelombang besar membuat mereka takut melaut. Nelayan menyebutnya musim paceklik. Tahun 2009, musim angin barat yang berlangsung sejak Desember masih terasa hingga April 2010. Padahal, biasanya hanya sampai Februari.

Betul, musim paceklik adalah permasalahan klasik dikarenakan musim paceklik akan senantiasa datang tiap tahun. Dengan kata lain, tiap tahun itu juga masyarakat nelayan harap-harap cemas berhadapan dengan musim yang dapat membuatnya sengsara. Namun sialnya, musim paceklik yang biasanya terjadi selama tiga bulan kini bertambah panjang. Ujung dari situasi tersebut, untuk menutupi kebutuhan hidupnya, utang nelayan makin memuncak.

Selama ini, untuk bertahan hidup keluarganya, masyarakat nelayan melakukan strategi adaptasi dengan cara memobilisasi peran istri dan anak-anak dalam mencari nafkah. Sedangkan, nelayan (suami) melakukan diversifikasi pekerjaan, nelayan banyak yang beralih profesi menjadi tukang becak, buruh bangunan, kuli angkut dan sebagainya. Tentu saja, pilihan pekerjaan seperti ini disebabkan rendahnya kualitas SDM sehingga tidak ada pilihan lain.

Inilah kenapa, nelayan memerlukan alternatif mata pencaharian, terutama memecahkan masalah kemiskinan dan problem paceklik, termasuk dari akibat badai di laut. Pertama; nelayan harus mengembangkan strategi nafkah ganda agar tidak hanya bergantung pada hasil penangkapan. Kegiatan alternatif perikanan adalah usaha budi daya, pengolahan ikan tradisional, dan bakul ikan. Di sini, istri nelayan berperan besar, khususnya dalam pengolahan dan bakul ikan. Selain itu, budi daya laut ataupun air tawar perlu didorong karena potensinya besar.

Kedua; modernisasi kapal nelayan sehingga mampu mencari ikan ke arah laut lepas. Problemnya tidak semata teknologi tetapi juga modal dan budaya. Banyak program bantuan pemerintah gagal karena variabel yang dipertimbangkan hanya teknologi. Padahal, menangkap ikan di laut lepas sangat kompleks, mencakup manajemen usaha, organisasi produksi, perbekalan, ketahanan fisik, pemahaman perilaku ikan, pengoperasian kapal, jaring, dan sebagainya.
Tidak Menentu Ketiga; mengembangkan diversifikasi alat tangkap untuk mengantisipasi variasi musim. Diversifikasi alat tangkap memungkinkan nelayan melaut sepanjang tahun. Apabila badai laut yang terjadi bersifat lokal, nelayan bisa menyesuaikan diri dengan berpindah daerah penangkapan. Misalnya pada saat musim barat, nelayan pantura Jawa menangkap ikan di daerah Masalembo, dekat Sulawesi Selatan dan Madura. Adapun dikala musim timur, mereka andon berpindah ke Selat Karimata.

Baiklah, ’’lupakan’’ dulu kondisi mereka yang serba kekurangan, mulai modal hingga akses teknologi. Kini mereka juga telah hilang kendali atas semua fenomena alam yang selama ini mereka kenali dari pranatamangsa yang diturunkan dari generasi ke generasi.      Berdasarkan temuan penulis di lapangan, betapa pola musim yang tidak menentu telah memengaruhi perolehan ikan para nelayan. Sementara itu, panen ikan tertentu pada musim tertentu juga sudah nyaris tidak terjadi lagi akibat kekacauan pola iklim.

Akibatnya, setiap kali melaut, nelayan tidak dapat memastikan apa yang akan mereka peroleh. Beberapa waktu lalu, nelayan Kendal mengeluhkan jaring yang mereka tebar semalaman hanya dipenuhi ubur-ubur, bukan tongkol. Padahal menurut mereka, saat itu adalah musim ikan tongkol. Inilah soalnya, dulu musim ikan masih jelas. Misalnya, bulan satu dan dua adalah musim ikan kembung, lalu bulan empat musim ikan tongkol. Sekarang tidak lagi.

Ketika cuaca dan iklim mulai berubah karakter dan polanya menjadi sesuatu yang asing bagi mereka, nelayan belum mendapatkan layanan informasi klimatologi yang memadai sebagai pegangan mereka dari hari ke hari.

Nelayan amat membutuhkan data dan informasi cuaca dan iklim yang cepat dan akurat. Untuk itu, pemerintah semestinya bersungguh-sungguh mempersiapkan ketersediaan penyuluh perikanan yang kompeten untuk membantu nelayan. Penyuluh perikanan juga perlu dibekali kemampuan serta akses perkembangan informasi cuaca dan teknologi.

Joko Suprayoga, Kepala UPTD Pangkalan Pendaratan Ikan Kabupaten Kenda

Suara Merdeka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda dapat menggunakan acount FB anda untuk posting komentar