Rabu, 20 Juli 2011

Presiden minta Asean waspadai penyelundupan manusia

BADUNG, Bali: Indonesia dalam kapasitas Keketuaan Asosiasi Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (Asean) meminta para menteri luar negeri kawasan ini mewaspadai peningkatan penyelundupan manusia di kawasan Asia Tenggara.

“Dengan bertambahnya gejolak peristiwa di kawasan Timur Tengah dan Asia Selatan maka potensi perdagangan dan penyelundupan manusia di kawasan Asean kian terbuka,” ujar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidato pembukaan pertemuan ke-44 Menteri Luar Negeri Asean di Bali Convention Center, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, hari ini.

Kepala Negara menyatakan berlarutnya persoalan di kawasan Timur Tengah dan Asia Selatan yang memicu migrasi penduduk menuju Australia dan Selandia Baru akan menjadi masalah di kawasan Asia Tenggara.

“Kita harus mengadakan kerja sama aktif dan terkoordinasi guna menangani masalah ini," tegas Presiden.

Sebelumnya, Indonesia dan Timor Leste telah menolak secara tegas permintaan Australia untuk mendirikan pangkalan bagi para pengungsi atau pencari suaka meski telah diiming-imingi bantuan dalam jumlah besar.

Indonesia menolak karena telah mendapatkan pengalaman pahit mengelola pengungsi Vietnam di Pulau Galang, Batam. Sementara Timor Leste menolak karena adanya kekhawatiran intervensi politik.

Persoalan pangkalan para pencari suaka Australia terselesaikan setelah pada 7 Mei lalu Pemerintah Malaysia bersedia menjadi tempat dilakukannya Kerangka Kerja Sama Kawasan yang disepakati di Pertemuan Tingkat Menteri Proses Bali (Bali Process Ministerial Meeting).

Pengaturan bilateral tersebut akan berbentuk perjanjian transfer kooperatif, di mana pencari suaka yang tiba melalui laut di Australia akan ditransfer ke Malaysia. Sebagai gantinya, Australia akan memperluas program kemanusiaannya dan mengambil tanggung jawab pembagian beban yang lebih besar untuk menampung kembali para pengungsi yang kini berada di Malaysia.

Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan PM Australia Julia Gillard telah sepakat bahwa unsur-unsur kunci pengaturan bilateral ini akan mencakup 800 pendatang maritim tidak teratur yang tiba di Australia setelah tanggal berlakunya pengaturan ini, yang akan ditransfer ke Malaysia untuk menjalani penentuan status pengungsi.

Sebagai imbalannya, dalam 4 tahun Australia akan memukimkan kembali 4.000 pengungsi yang kini sudah berada di Malaysia dan mereka yang ditransfer tidak akan menerima perlakuan preferensial apa pun dibandingkan dengan pencari suaka yang sudah berada di Malaysia.

Para pencari suaka yang ditransfer akan diberi kesempatan untuk menerima klaim suaka mereka dipertimbangkan kembali, dan mereka yang memerlukan perlindungan internasional tidak akan dikirim kembali ke negara asalnya.

Penerapan proyek percontohan ini yang hanya berlangsung sekali saja merupakan upaya yang penting untuk menekan model bisnis sindikat kejahatan lintas batas, khususnya dalam penyelundupan dan perdagangan manusia di kawasan ini.

Australia dan Malaysia secara erat bekerja sama dengan Komisi Tinggi untuk Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHCR) dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) guna mengoperasikan pengaturan ini.

Pemerintah Malaysia dan Australia telah meminta para pejabat senior untuk menyelesaikan nota kesepahaman dalam waktu dekat untuk menjabarkan pengaturan-pengaturan tersebut secara rinci.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda dapat menggunakan acount FB anda untuk posting komentar