KUPANG--MICOM: Klaim Indonesia atas pencemaran minyak di Laut Timor akibat meledaknya sumur minyak Montara pada 21 Agustus 2009, ditolak lagi oleh PTTEP Australia, perusahaan yang bertanggungjawab atas tumpahan minyak di perairan Indonesia.
"Penolakan tersebut mengacu pada laporan ilmiah yang menyatakan bahwa tumpahan minyak tidak mencapai pantai-pantai di Indonesia," kata pemerhati masalah Laut Timor Ferdi Tanoni di Kupang, Minggu (14/11), mengutip laporan jaringan Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) dari Canberra yang terus memantau perkembangan gugatan tersebut.
PTTEP Australasia milik Thailand itu sedang digugat oleh pemerintah Indonesia sebesar US$2,4 miliar sebagai kompensasi atas tumpahan minyak mentah di perairan Indonesia di Laut Timor yang bersumber dari kilang Montara yang meledak pada 21 Agustus 2009.
Minyak dan kondensat tersebut, dilaporkan tertumpah ke dalam Laut Timor selama 74 hari setelah sumur Montara meledak pada 21 Agustus 2009.
Tanoni yang juga Direktur YPTB itu mengatakan pada Kamis (10/11), juru bicara anak perusahaan PTTEP Australasia milik Thailand di Australia mengatakan perusahaan itu telah mengantisipasi berbagai kemungkinan atas tumpahan minyak, dan telah menerima dokumen pada 13 Oktober berkaitan dengan klaim Indonesia untuk kompensasi.
Menurut juru bicara tersebut, para pejabat dari Jakarta telah mengadakan pembicaraan di Perth dengan PTTEP Australasia, dan meminta untuk bertemu bulan depan secara resmi dengan pejabat Indonesia yang memimpin klaim ganti rugi, yakni Deputi Menteri Lingkungan Hidup Masnellyaiti Hilman.
PTTEP Australasia merincikan temuan kunci dari tiga survei program pemantauan Montara yang disepakati oleh perusahaan dan pemerintah Federal Australia, termasuk serangkaian sampel air pantai dari Broome dan Darwin yang tidak menunjukkan kontaminasi minyak diidentifikasi.
"Departemen Keberlanjutan, Lingkungan, Air, Penduduk dan Masyarakat Australia diharapkan untuk mempublikasikan hasil survei dalam beberapa hari ke depan ini," kata Tanoni mengutip laporan jaringan YPTB dan aliansinya dari Canberra.
Tanoni yang juga mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia itu menambahkan sebuah sampel air di Pelabuhan Darwin ditemukan mengandung minyak tapi tidak bisa diidentifikasi dalam proses "sidik jari", apakah bersumber dari Montara atau bukan.
Ia mengatakan salah satu survei yang dilakukan oleh Asia Pacific Applied Science Associates, menemukan bahwa tumpahan minyak itu masuk ke perairan Indonesia, meskipun untuk waktu yang relatif singkat, tapi tidak memasuki perairan dekat pantai atau garis pantai terdampak.
Pemodelan menyimpulkan gerakan tersebar minyak lokal itu dengan hidrokarbon di permukaan pada luasan maksimum 11,183 km persegi pada hari-hari tertentu.
Sehubungan dengan penolakan tersebut, Tanoni yang juga penulis buku "Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Ekonomi Politik Canberra-Jakarta" itu mengusulkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera membekukan Timnas Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut (PKDTML) pimpinan Freddy Numberi.
"Sejak awal tim ini tidak pernah bekerja secara serius dan maksimal bahkan mengabaikan seluruh fakta dan data yang disampaikan oleh masyarakat terkait dengan kasus pencemaran minyak di Laut Timor," kata Tanoni.
"Saya khawatir, jika Timnas PKDTML ini tetap dipertahankan maka akan lebih mempermalukan lagi Bangsa Indonesia di mata dunia internasional dan menurunkan derajat serta kredibilitas pemerintahan Presiden SBY di mata rakyat Indonesia sendiri," katanya.
Tanoni menambahkan klaim ganti rugi akan diterima oleh PTTEP Australasia jika pemerintah Indonesia mendukung sepenuhnya klaim penelitian yang telah disampaikan oleh YPTB kepada Perdana Menteri Australia dan PTTEP Australasia beberapa waktu lalu.
Menurut dia, hanya satu-satunya cara untuk membuktikan tercemar tidaknya perairan Indonesia dalam kasus Montara yang berlangsung sudah lebih dari setahun ini, hanya dengan membentuk sebuah tim peneliti ilmiah bersama yang terdiri dari Pemerintah Indonesia, Australia, PTTEP Australasia dan YPTB serta jaringan dan aliansinya yang selama ini mewakili
masyarakat korban.
"Dengan demikian tidak akan ada lagi pihak-pihak yang menyangkal dan pasti akan menerima hasil yang ditemukan, baru kemudian menetapkan besaran ganti ruginya dan lain sebagainya," demikian Ferdi Tanoni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda dapat menggunakan acount FB anda untuk posting komentar