Kamis, 14 Oktober 2010

Laut Jadi Sempit, Nelayan Semakin Sulit

Persoalan batas wilayah dengan negara tetangga sampai saat ini tidak juga diselesaikan. Perhatian tidak lagi fokus ke laut, sorotan mata kini tertuju kepada persoalan teroris, perampokan, dan pertikaian kelompok.

Namun jika terjadi lagi persoalan pelanggaran batas laut, spontan mata kita terbuka dengan lebar, semangat juang kian berkobar seakan tak mau harga diri bangsa dilecehkan oleh negara lain.

Pola penjagaan laut seperti petugas pemadam kebakaran, begitu api membesar maka disitulah petugas bergegas kelokasi memadamkan api. Kurang sadarnya bangsa ini untuk menjaga dan menetapkan batas-batas wilayah laut. Membuat bangsa lain menguasai sedikit demi sedikit wilayah laut Indonesia. Jika seperti itu laut akan sempit, nelayan akan terjepit, pendapatan akan sedikit dan hidup akan semakin sulit.

Nelayan seperti tiada kawan, solidaritas untuk nelayan tidak begitu menggema disuarakan. Reaksi bangsa ini saat melihat para nelayan yang sulit mencari makan karena lautan masih belum aman, padahal lautan merupakan sumber mata pencaharian bagi nelayan kurang ditonjolkan. Saat ini mata dan fikiran pemerintah tertuju kepada kasus perampokan di darat, pertikaian antar kelompok dan teroris yang seakan membudaya di bumi Indonesia.

Berbagai persoalan kelautan yang terjadi atau sengaja dibiarkan akan menambah panjang catatan buruk persoalan nelayan. Penyelundupan, perompakan, pencurian ikan oleh nelayan asing, pencaplokan wilayah laut dan nelayan yang semakin rendah tingkat pendapatan dan lain sebagainya belum cukup serius untuk diselesaikan.

Batas Laut, Nelayan Takut
Pembajakan/perompakan acapkali dialami oleh nelayan dalam menjalani profesinya sebab tidak tahu membedakan dari jarak jauh antara petugas laut dengan kelompok pembajak/perompak. Yang lebih ironi saat ini penangkapan nelayan-nelayan oleh negara tetangga akibat tidak jelasnya batas laut antar negara sehingga masing-masing negara merasa berwenang melakukan penangkapan terhadap nelayan-nelayan yang dianggap memasuki batas wilayah yang belum jelas kepemilikannya.

Selalu menjadi korban dari persoalan itu adalah nelayan yang menggantungkan hidupnya dengan mencari nafkah di laut. Nelayan tidak akan merasa aman dengan kondisi tersebut. Kemana nelayan harus mencari makan, jika batas lautan masih meragukan dan belum juga diselesaikan.

Laut merupakan sumber kehidupan bagi nelayan. Demi memenuhi kebutuhan hidup, para nelayan berani mengarungi luasnya lautan, tingginya gulungan ombak, kencangnya angin/badai meski dengan perahu kecil yang sering digunakan oleh nelayan tradisional atau dengan perahu besar yang dipakai oleh nelayan modern.

Berhadapan dengan ombak yang sewaktu-waktu dapat menenggelamkan dan bertahan dengan angin kencang yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan nelayan kehilangan arah merupakan tantangan sehari-hari, namun tetap juga dijalani. Minimnya hasil tangkapan menambah beban penderitaan nelayan yang pada umumnya tergolong masyarakat menengah kebawah dan sangat miskin. Namun seakan para nelayan tak gentar dan tidak menyerah pada profesi yang dilakoninya.

Para nelayan mungkin saja bisa menerima persoalan-persoalan tersebut dengan alasan yang logis bahwa laut memang bergelombang dan angin terkadang bertiup kencang dengan suka atau tidak suka harus dilalui demi mencari ikan-ikan, udang, kepiting dan lain sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Kini keberanian mengarungi lautan mulai menipis akibat konflik batas wilayah laut dengan negara lain. Saat berlayar, nelayan menggunakan alat petunjuk arah (kompas) yang sederhana. Akibat terseret gelombang tinggi dan angin yang kencang, penunjuk arahpun tidak dapat lagi menunjukkan arah yang benar sehingga sering nelayan terjebak dengan kondisi tersebut. Dan pada akhirnya ditangkap dan dipenjara berbulan-bulan bahkan bertahun di negara lain yang mengklaim bahwa nelayan telah melanggar batas wilayah laut negara mereka.

Hal ini sangat dikhawatirkan oleh nelayan, sebab mereka tidak akan bisa pulang kerumah menemui keluarga untuk memberi nafkah karena ditangkap dan dipenjara di negara tetangga. Kalau hanya dirompak atau dibajak mereka masih bisa menjalankan aktivitas melaut pada esok harinya. Begitu juga dengan ombak dan angin yang kencang hanya kondisi alam yang sewaktu-waktu dapat tenang.

Apabila hal ini terus berlanjut, nelayan akan takut melaut. Kalaupun harus melaut, maka melaut di daerah-daerah yang tidak rawan yang barangkali daerah tersebut minim biota laut, sehingga pendapatan yang dibawa pulang-pun apa adanya. Kehidupan tidak akan meningkat karena pendapatan sedikit.

Sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian yang serius serta fokus terkait dengan keamanan nelayan mengarungi lautan. Batas wilayah laut harus segera dituntaskan agar tidak ada lagi nelayan yang ditangkap karena dianggap memasuki wilayah laut negara lain. Nelayan akan dengan nyaman melakukan aktivitas pencarian ikan yang halal di laut tanpa merasa khawatir dianggap illegal memasuki wilayah laut negara lain. Semoga semboyan "jalas veva jaya mahe" (di laut kita jaya) akan terus menggema di laut Indonesia dan aman bagi nelayan untuk mencari ikan.

Penulis: Advokat pada Kantor Advokat Farid Wajdi & Rekan, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Pascasarjana UMSU.

Harian Analisa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda dapat menggunakan acount FB anda untuk posting komentar