Senin, 01 November 2010

Penyelundupan Manusia ke Australia Makin Marak

TRIBUNNEWS.COM, BITUNG - Penyelundupan manusia atau people smuggling yang melintasi perairan Indonesia dengan tujuan akhir Australia semakin marak. Setiap bulan, rata-rata 10-15 informasi penyelundupan manusia yang dikirmkan pihak Australia kepada pemerintah Indonesia.

Demikian disampaikan Kepala Sub-Bidang Pengelolaan Sistem dan Teknologi Informasi Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) RI Letnan Kolonel (Pelaut) Ruby Alamsyah usai mendampingi Kepala Pelaksana Harian Bakorkamla Marsdya Y Didik Heru Purnomo meninjau Stasiun Bumi (Ground Station) Bitung, Sulawesi Utara, Minggu (31/10/2010).

"Setiap bulan, saya menerima informasi dari pihak Australia mengenai adanya people smuggling yang melintasi perairan Indonesia. Penyelundupan ini telah melewati beberapa negara seperti Singapura, Malaysia dan lain-lain dengan tujuan akhir Australia," kata Ruby.

Umumnya mereka berasal dari daerah konflik di negara-negara Timur Tengah, maupun orang Asia Tenggara pencari kerja ke Australia.

Lazimnya penyelundupan menggunakan kapal-kapal kecil. Namun karena dapat melintasi beberepa negara dengan aman, diduga ada sindikasi internasional yang terlibat. Menyerupai pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) secara illegal ke luar negeri.

"Mereka menyeberang dari Afganistan, Pakistan dan Sri Lanka. Mereke menyeberangi beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, Filipina. Bagaimana bisa melewati beberapa negara kalau tidak ada sindikatnya?" ujar Ruby, perwira menengah TNI AL lulusan Akabri tahun 1992.

Laki-laki berbadan kekar yang telah menyandang lencana atas prestasi berenang menyeberangi Selat Madura (menghubungkan Surabaya dengan Madura) ini menilai wajar pemerintah Austrlia selalu berkoordinasi dengan aparat Indonesia untuk memberantas penyelundupan manusia.

"Jengah dong mereka (Australia) kalau rumahnya terus dimasuki orang lain. Maka itu mereka minta bantuan tetangga (Indonesia) yang bisa menghalangi penyelundupan manusia ke Australia," ujar Ruby sembari menyebut pemantauan dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan satelit jarak jauh.

Sejatinya, secara langsung, penyelundupan orang yang melintasi perairan nusantara tidak merugikan Indonesia. Namun perlu juga diwaspadai adanya potensi gangguan keamanan. "Misalnya, terorisme," ujar Ruby.

Indonesia pun boleh saja membiarkan orang-orang yang diselundupkan lewat Indonesia menuju Australia. Tapi, kata dia, ada peraturan internasional yang mengatakan barang siapa yang ada di laut atau negara terdekat mengetahui adanya bahaya atau kecelakaan pelayaran wajib menolong. Mengingat manusia yang diselundupkan selalu menumpang kapal kecil dan tak layak menyeberangi samudra, maka Asutralia menggunakan aturan internasional tersebut untuk melibatkan Indonesia menghalangi perairannya dilewati penyelundupan manusia.

"Sekecil apa pun bantuannya, dianggap sebagai respons membantu. Walaupun misalnya, hanya mendorong kapal," kata Ruby.

Seperti penangkapan puluhan korban penyelundupan manusia di Selat Sunda, pertengahan tahun ini. Kapal yang sama sudah dilaporkan pihak Australia akan rendevouz atau bertemu dengan kapal lain yang mengangkut orang. Austrlia berdalih, kapal ini tidak layak angkut orang, dikhawatirkan akan kecelakaan di laut kalau kapal tidak dihalangi mengangkut imigran gelap tersebut. Semula kapal itu dilaporkan di Kepulauan Natuna, tapi belakangan ditangkap di Banten.

Selain periran di timur Sumatera, penyelundupan juga kerap melewati periaran Barat Sumatera. Kejadiannya selalu seperti itu, menumpang kapal kecil.

Ia mencontohkan, baru-baru ini ada kapal kayu mengangkut 28 wanita dan anak-anak asal Sri Lanka. Saat berada di perairan dekat Pulau Enggano, Bengkulu, Kapal Perang Australia mengamat-amati dan mengawasi kapal ini dari dekat. Saat itu, penumpang kelaparan karena kehabisan makanan dan minuman. Kemudian para penumpang ditangkap dan diangkut pihak Imigrasi.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda dapat menggunakan acount FB anda untuk posting komentar