Senin, 22 November 2010

Pembangunan di Wilayah Perbatasan

Wilayah perbatasan hingga kini masih terlihat sebagai daerah yang terabaikan, terisolasi dan tertinggal. Ini karena dalam membangun, pemerintah belum mampu menyentuh seluruh pelosok Tanah Air. Dengan kata lain, kondisi wilayah perbatasan yang umumnya berlokasi terpencil, tertinggal, terbelakang, miskin dan terisolir, akibat masih minimnya pembangunan.  
 
Dhus, akses ke wilayah perbatasan pun menjadi sulit hingga perlu mendapatkan perhatian. Apalagi, faktanya pembangunan infrastruktur di wilayah perbatasan seperti jalan raya, pelabuhan, fasilitas kesehatan, pendidikan, listrik, alat komunikasi dan sarana umum lainnya masih belum memadai. 
 
Kondisi ini menyebabkan orang enggan datang dan tinggal di wilayah perbatasan, apalagi untuk berinvestasi. Tak heran, kalau penduduk yang tinggal di perbatasan rata-rata tergolong miskin. 
 
Dalam lokakarya nasional bertajuk 'Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Pembangunan Kawasan Perbatasan', baru-baru ini, Mendagri Gamawan Fauzi selaku Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengatakan, sebanyak 12 pulau kecil terluar memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaan batas wilayah negara dan pembangunan kawasan perbatasan. 
 
Memang, sebagian besar daerah perbatasan di Indonesia merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi, serta pertahanan dan keamanan yang sangat terbatas. Stigma masa lalu bahwa daerah perbatasan perlu diawasi secara ketat, mengakibatkan kawasan-kawasan ini kurang tersentuh pembangunan sosial dan ekonominya. 
 
Ada kesan pembangunan di wilayah perbatasan cenderung dianaktirikan, belum mendapatkan perlakuan yang adil, sebagaimana wilayah NKRI lainnya. Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah lebih terpusat di daerah yang ramai, padat penduduk dan terdapat kemudahan akses. Sedangkan pengelolaan wilayah perbatasan cenderung masih dilakukan secara parsial. Masing-masing instansi berjalan sendiri-sendiri, tanpa adanya koordinasi dan sinkronisasi sehingga hasilnya kurang optimal. 
 
Apalagi, sejumlah kerawanan dan pelanggaran hukum sering muncul di kawasan perbatasan, khususnya pelanggaran tapal batas, pencurian kekayaan alam, penyelundupan, imigran gelap dan berbagai tindak kriminal lainnya.
 
Oleh sebab itu, pendekatan secara integral dalam pengelolaan perbatasan antarnegara mendesak perlu dilakukan. UU No 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, mengamanatkan pengelolaan batas antarnegara dilakukan dengan keterpaduan pendekatan kesejahteraan, keamanan, dan kelestarian. 
 
Dalam hal ini maka upaya pengelolaan dan penanganan yang lebih terpadu secara lintas sektoral serta bersinergi antar-departemen perlu direalisasikan. Kita berharap, dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), maka pengelolaan wilayah perbatasan akan dapat dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi di antara departemen dan instansi terkait. 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Anda dapat menggunakan acount FB anda untuk posting komentar