JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, terkait pemberitaan bahwa Pulau Cocos di Australia akan dijadikan pangkalan militer AS, saat ini pemerintah kedua negara sebenarnya belum memiliki rencana ke arah tersebut.
Baik pemerintah Australia dan pemerintah AS belum memiliki keputusan atas hal tersebut.
"Tentu kalau kita menyikapi sesuatu, itu harus berdasarkan fakta. Menteri Pertahanan Australia mengatakan, belum ada keputusan apa pun mengenai masalah itu. Itu faktanya seperti itu," kata Marty kepada Kompas.com, Kamis (29/3/2012) malam.
Kendati demikian, Marty mengatakan, Indonesia berpandangan bahwa tantangan utama bagi semua negara-negara di kawasan Asia Pasifik adalah terus menjaga dan memelihara stabilitas, perdamaian, dan keamanan yang kondusif. Upaya tersebut dapat dicapai melalui adanya transparansi, saling percaya, serta saling menghormati dan menghargai.
Marty menggarisbawahi Bali Principle yang disepakati pada Konferensi Tingkat Tinggi Asia Timur di Bali pada November 2011. Menurutnya, negara-negara yang tergabung dalam kelompok KTT Asia Timur telah sepakat untuk menyikapi perkembangan-perkembangan di kawasan melalui jalan damai, dialog, diplomasi, bukan melalui kekerasan.
Terkait pangkalan militer, mantan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri ini mengatakan, tren tersebut telah mengarah pada penutupan. "Semenjak era Perang Dingin berakhir, manfaat dari pangkalan-pangkalan militer kan semakin berkurang. Kita melihat trennya ke arah penutupan pangkalan-pangkalan asing," kata Marty.
Ditambahkannya, beberapa pangkalan militer kini telah ditutup, termasuk yang berada di Filipina dan Vietnam.
Sebelumnya, seperti diwartakan, harian The Washington Post menyatakan, Amerika Serikat tertarik menggunakan Pulau Cocos sebagai pangkalan pesawat-pesawat intai dalam melakukan pengawasan di Kepulauan Spratly yang diperebutkan sejumlah negara.
Menurut The Washington Post, Amerika Serikat menilai Pulau Cocos tak hanya ideal untuk pangkalan pesawat-pesawat tempur berawak, tetapi juga untuk pesawat-pesawat tak berawak yang dikenal dengan nama Global Hawk. Apalagi, Angkatan Laut AS kini tengah mengembangkan Global Hawk model terbaru yang disebut pesawat intai kawasan maritim luas (BAMS) yang dijadwalkan beroperasi pada 2015.
Menurut rencana, Amerika Serikat akan menempatkan pesawat-pesawat intai tak berawak di pangkalan itu.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Brigadir Jenderal Hartind Asrin mengatakan, untuk menghindari kesalahpahaman, sebaiknya Pemerintah Australia dan AS segera menjelaskan tujuan pembangunan pangkalan itu.
"Secara prinsip Indonesia tidak memiliki wewenang untuk ikut campur dalam rencana mereka. Namun, kami meminta mereka menjelaskan tujuan menempatkan pesawat tak berawak dekat wilayah Indonesia," kata Asrin seperti dikutip Reuters.
Asrin menambahkan, upaya untuk memperjelas masalah ini didasarkan pada keinginan menjaga hubungan baik dan rasa saling percaya antara Indonesia, Australia, dan AS.
"Tujuan utama kami adalah menghindarkan adanya salah paham dan salah kalkulasi di lapangan," ujar dia. Keuntungan AS Kementerian Pertahanan Indonesia belum menganggap pesawat-pesawat intai itu merupakan ancaman bagi keamanan Indonesia. "Namun, jika kami mendapati satu pesawat itu memasuki wilayah Indonesia tanpa izin, angkatan udara kami akan melakukan pencegatan," tutur Asrin.
Namun, pengamat masalah militer dari Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, mengatakan, Amerika Serikat sudah merencanakan penguatan pengaruh mereka di Asia Pasifik sejak lama. Itulah sebabnya Amerika Serikat mendirikan pangkalan-pangkalan militer di Guam, Darwin, dan Singapura.
"Tak bisa dihindari lagi wilayah Indonesia akan dimasuki karena pesawat-pesawat pengintai AS ini sangat sulit dilacak dan mereka memiliki kemampuan melakukan pengintaian tanpa henti," kata Andi.Dia menambahkan, AS memiliki keuntungan hukum jika suatu saat mereka melintasi wilayah Indonesia karena Amarika belum meratifikasi Konvensi PBB tahun 1982 tentang Hukum Laut (UNCLOS). Kondisi ini memungkinkan AS menembus wilayah abu-abu Indonesia, seperti Kepulauan Natuna, yang berdekatan dengan lokasi Kepulauan Spratly.
Kompas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Anda dapat menggunakan acount FB anda untuk posting komentar